Kenaikan Harga Gas Industri Non-HGBT: Dampak dan Kontroversi

Spread the love

BejaPT – Rencana kenaikan harga gas industri non-Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) per 1 Oktober 2023 oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) telah menjadi sorotan utama di kalangan pengusaha, industri, dan masyarakat Indonesia. Kenaikan ini dinilai memiliki potensi dampak yang signifikan terhadap daya saing industri dan potensi inflasi yang berpotensi merugikan masyarakat.

Dampak pada Daya Saing Industri

Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bobby Gofur Umar, mengingatkan bahwa kenaikan harga gas industri non-HGBT dapat berdampak negatif pada daya saing industri. Beberapa dampak yang diantisipasi termasuk:

1. Penurunan Produksi: Kenaikan harga gas bisa mengurangi produksi hingga 30 persen dari total produksi gas Indonesia. Ini dapat menghambat pertumbuhan sektor industri yang sangat tergantung pada pasokan gas.

2. Pengurangan Tenaga Kerja: Harga gas yang lebih tinggi dapat mengurangi daya beli industri dan memicu pemotongan tenaga kerja. Ini berarti risiko PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dapat meningkat.

3. Penurunan Ekspor: Indonesia dapat menghadapi risiko penurunan ekspor dan hilangnya pangsa pasar di tingkat global. Kenaikan harga gas bisa membuat produk Indonesia kurang kompetitif di pasar internasional.

4. Penurunan Investasi: Dengan kenaikan harga gas, iklim investasi di Indonesia bisa merosot. Negara akan kesulitan bersaing dengan negara lain yang menawarkan harga gas yang lebih rendah kepada industri.

5. Potensi Inflasi: Kenaikan harga gas juga berpotensi memicu inflasi. Ini akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat yang sudah dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi.

Industri yang Terdampak

Kenaikan harga gas industri non-HGBT juga memengaruhi beberapa sektor industri kunci. Industri makanan, misalnya, yang menggunakan energi gas sekitar 50 persen dari biaya produksi, akan mengalami penurunan daya saing di dalam negeri maupun di pasar global. Ini terjadi karena banyak industri makanan telah beralih dari bahan bakar fosil ke gas sebagai bagian dari prinsip ramah lingkungan.

Industri tekstil, yang telah mempekerjakan sekitar 3,5 juta pekerja, juga akan terdampak. Pasca-pandemi COVID-19, industri tekstil masih dalam tahap pemulihan, dan kenaikan harga gas dapat memperlambat proses ini.

Tuntutan Transparansi

Wakil Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo, Rachmat Harsono, menyoroti pentingnya transparansi dalam proses ini. Dunia usaha meminta agar pihak terkait memberikan informasi yang transparan mengenai perhitungan bahan baku, transportasi, dan faktor lain yang mempengaruhi harga gas bumi sebelum memutuskan kenaikan.

Rincian Kenaikan Harga Gas

Kenaikan harga gas untuk pelanggan komersial dan industri PB-KSv, yang sebelumnya dipatok seharga US$9,78 per MMbtu, akan naik menjadi US$11,99 per MMbtu. Sementara itu, harga gas untuk pelanggan Bronze 2 dan Bronze 3 juga mengalami kenaikan signifikan.

Dengan berbagai dampak yang dihadapi oleh industri dan masyarakat, rencana kenaikan harga gas industri non-HGBT oleh PGN menjadi sorotan penting. Keputusan ini memunculkan pertanyaan tentang keseimbangan antara meningkatkan pendapatan perusahaan dan menjaga daya saing industri serta stabilitas ekonomi nasional. Transparansi dan dialog antara pihak-pihak terkait akan menjadi kunci dalam mengatasi dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat kebijakan ini.