Dampak Batalnya Impor Beras dari India: Kebijakan Politik dan Kehati-hatian Indonesia

Spread the love

BejaPT – Kebijakan impor beras dari India yang dibatalkan sebesar 1 juta ton telah menimbulkan perhatian dalam konteks pasar pertanian Indonesia. Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, memberikan pandangannya terhadap situasi ini dan mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut.

Menurut Khudori, kebijakan batalnya impor beras India harus dipahami dalam konteks politik India, terutama karena pemilihan umum yang akan segera dilaksanakan di negara tersebut. Rezim yang berkuasa, di bawah kepemimpinan Narendra Modi, tengah mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menjaga dukungan politik mereka.

Menteri Perdagangan Indonesia, Zulkifli Hasan alias Zulhas, menjelaskan bahwa pembatalan impor beras ini terkait dengan keputusan India untuk menghentikan ekspor berasnya demi mengamankan pasokan dalam negeri. Kenaikan harga bahan makanan di India telah menyebabkan inflasi yang signifikan.

Awalnya, rencana impor 1 juta ton beras dari India adalah tindakan jaga-jaga atau antisipasi, terutama jika faktor seperti El Nino mengancam produksi padi di Indonesia dan impor menjadi kebutuhan mendesak. Oleh karena itu, skema yang diusulkan adalah kontrak beli, yang akan dieksekusi hanya jika Indonesia benar-benar membutuhkannya.

Namun, Khudori mencatat bahwa kebijakan beras India telah berubah-ubah, bahkan seringkali tidak konsisten. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Juli sebelumnya, India memutuskan untuk menghentikan ekspor beras non-basmati dan beras patahan (broken rice). Kebijakan ini pun, menurut Khudori, mungkin masih akan mengalami perubahan lebih lanjut.

Tidak hanya India, namun produsen padi dari berbagai negara, seperti Vietnam, Thailand, China, dan bahkan Indonesia sendiri, menghadapi tantangan dalam produksi pertanian dan inflasi pangan.

Khudori menekankan bahwa kebijakan protektif yang diambil oleh pemerintah di berbagai negara yang akan menghadapi pemilihan umum biasanya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mencegah inflasi yang tinggi. Namun, dalam konteks Indonesia, dampak dari kebijakan India ini tidak terlalu besar, karena mayoritas impor beras dari India adalah beras patahan (broken rice) yang sebagian besar digunakan dalam industri.

Meskipun demikian, Khudori mengakui bahwa ada dampak tidak langsung dari kebijakan India tersebut, yaitu dalam bentuk kenaikan harga beras setelah kebijakan tersebut diumumkan. Produksi padi di India juga diperkirakan mengalami penurunan, meskipun penurunannya relatif kecil.

Dalam kesimpulannya, Khudori menyatakan bahwa kebijakan drastis terkait beras India ini mungkin lebih masuk akal dalam konteks persaingan politik menjelang pemilihan umum. Dalam hal ini, faktor politik memainkan peran penting dalam keputusan ekonomi.